“Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada
di dalam Kristus Yesus. Roh, yang memberi hidup telah memerdekakan kamu dalam
Kristus dari hukum dosa dan hukum maut”. (Roma 8:1-2)
Aldy Ekaputra Kadama, S.Ars
Merdeka! Merdeka! Merdeka! Itulah yang dikatakan orang-orang Indonesia setelah Presiden pertama kita Ir. Soekarno memproklamasikan kemerdekaan Indonesia dan memicu adanya perlawanan-perlawanan masyarakat pada penjajah yakni tentara Jepang. Pertanyaannya adalah apakah kita secara pribadi merasakan kemerdekaan dalam diri kita maupun sesama kita? Saya ajak teman-teman membaca puisi yang saya buat dan mungkin menjadi refleksi kita akan kebebasan yang mungkin kita rasa sebagai orang punya kenyakinan pada Tuhan.
ALLAH
JIKA BOLEH AKU MEMINTA
APA AKU BISA TERBANG BEBAS JAUH KESANA
SEPERTI BURUNG RAJAWALI TANPA RINTANGAN
TUHAN
JIKA BOLEH AKU BERHARAP
APA AKU BISA BERENANG BEBAS LEBIH DALAM
SEPERTI IKAN DI LAUTAN YANG LUAS
RAJA BILANG
SEMUANYA TERLIHAT BAIK
BAGAIMANA DENGAN FANAKU?
BEBASKU SEPERTI APA YA RAJA?
Dari puisi diatas, saya ingin menyampaikan tentang kebebasan seperti apa yang kita miliki. Dari awal manusia diciptakan untuk memiliki kehendak bebas seperti yang kita ketahui dicerita Adam dan Hawa. Namun apakah kebebasan mereka terbatas? Menurut saya, mereka diberikan kehendak bebas oleh Allah sebagai bukti bahwa Dia bukan Allah yang diktaktor dan ketika kita mengikuti kehendak bebas sesuai dengan kehendak-Nya maka itu adalah bukti bahwa kita mengasihi Allah. Tetapi pada akhirnya manusia jatuh kedalam dosa oleh karena menyalahgunakan kebebasan yang semestinya.
Apakah sekarang kita masih memiliki kebebasan itu? Menurut saya, kebebasan yang kita miliki tidak seperti burung-burung di udara yang bebas kemana saja tanpa ada rasa khawatir apa yang akan menabraknya maupun ikan-ikan di laut yang bebas berenang kemana saja yang ia mau, namun kebebasan kita memiliki batas, di mana ketika kita melakukan sesuatu tanpa merugikan apapun dan memiliki nilai kebenarannya. Sehingga bebas yang saya maksudkan ini adalah bebas yang bertanggung jawab sesuai dengan kehendak Allah. Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana kita bisa menentukan kebebasan yang sesuai dengan kehendak Allah atau bukan? Jawabannya adalah setiap hal yang kita lakukan berguna dan membangun bagi sesama dan sesuai dengan hati nurani kita yang bersih seperti kata Paulus dalam 1 Korintus 10:23 “Segala sesuatu diperbolehkan. Benar, tetapi bukan segala sesuatu berguna. Segala sesuatu diperbolehkan. Benar, tetapi bukan segala sesuatu membangun”.
Kita perlu merenungi kembali apakah kita termasuk orang yang bebas sesuai dengan kehendak Tuhan atau kah kita bebas yang hanya ingin keinginan hawa nafsu kita? Sebagai manusia tentu kita terus berusaha lepas dari keinginan daging kita tetapi perlu kita ingat bahwa Allah sudah memerdekakan kita melalui pengorbanan Anak Domba Allah di atas kayu salib 2000 tahun yang silam sehingga kita dipulihkan dari kutukan dosa dan turunnya penghibur yaitu Roh Kudus yang terus menjaga, mengajar, mengingatkan kita bahwa kasih karunia Tuhan terus nyata dalam kehidupan kita sehingga kita manusia diharapkan menjadi garam dan terang dunia.
Jadi teman-teman, di pasca pandemi ini, baiklah kita gunakan kebebasan kita yang berguna bagi orang lain terlebih lagi kepada Allah sebagai bentuk ungkapan syukur dan terima kasih kepada Allah Bapa yang telah memberikan AnakNya untuk memerdekakan kita dari dosa dan memiliki pengharapan akan hidup yang kekal. Selagi masih ada waktu, pergunakanlah kebebasan kita menjadi berkat dan saling membangun antar sesama baik di lingkungan keluarga, teman, masyarakat, dan negara kita tercinta Indonesia. Tuhan memberkati. SORBUM! (ALDY)